P a n g g i l a h N a m a - N a m a K a m i

By Admin

27 October 2024

Artikel Gerejawi



    Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47-48). Penulis lagu pujian, Fanny Crosby, telah memberi kita warisan lebih dari 8000 lagu rohani. Meskipun buta sejak bayi usia 6 minggu, dia tidak pernah mengalami kepahitan karena kebutaannya. Suatu kali seorang pengkotbah dengan perasaan simpati berkata, “saya kira sayang sekali Tuhan tidak memberimu penglihatan, saat Dia menghujanimu dengan begitu banyak karunia yang lain.” Dia menjawab dengan cepat, “Tahukah anda jika ketika dilahirkan saya bisa meminta satu permohonan saya ingin dilahirkan buta saja?” “Mengapa?” tanya pengkhotbah dengan heran. “Karena ketika saya masuk surga nanti, wajah pertama yang saya lihat adalah wajah Juru Selamat saya!” jawab Croby dengan penuh iman. Sungguh luar biasa! Buta memang adalah keterbatasan. Ia tidak melihat. Semuanya terlihat gelap. Ia tidak dapat menikmati keindahan dunia dan segala warna. Tetapi buta tidak dapat membatasi kuasa iman. Crosby pun tidak mempermasalahkan kebutaannya. Bukan karena ia telah menyerah dan putus asa. Tetapi ia memiliki pengharapan. Bahwa ia tidak sekedar ingin dapat melihat seperti orang lain. Melainkan Ia ingin dapat melihat wajah Juru Selamat! Dan ia yakin itu pasti terjadi di suatu kesempatan yang jauh lebih indah, ketika di surga – bukan di dunia. Demikian pula tokoh dalam bacaan kita bernama Bartimeus. Ia pun seorang buta. Ia tidak pernah melihat seorang pun. Ia hanya mampu mendengar. Ia hanya mampu mengenal suara bukan warna. Tetapi justru dalam keterbatasannya, ia mempunyai pengharapan. Ketika didengar olehnya, bahwa Yesus Orang Nazaret sedang melewatinya, ia pun berseru. “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (ayat 47). Orang banyak segera menegor dan menyuruh diam. Pikir mereka, tahu apa sih orang buta?! Melihat saja tidak bisa, kok berani-beraninya menyebut Yesus sebagai Anak Daud. Sungguh-sungguh berlebihan dan kelewatan! Anak Daud bukanlah gelar sembarangan. Ia hanya ditujukan kepada Mesias, keturunan Daud yang kelak akan memulihkan kerajaan Israel. Jadi ucapan Bartimeus –pada konteks saat itu- sangatlah tidak pas! Ngawur alias sok tahu. Tetapi semakin orang banyak menyuruh Bartimeus diam, justru ia semakin berteriak keras dengan lantang, “"Anak Daud, kasihanilah aku!" (ayat48). Terlepas dari segala keterbatasan (baca:buta) dan kesalahan (baca: menyebut anak Daud), Bartimeus memiliki satu yang lebih berharga yaitu iman! Iman itulah yang mendorongnya melewati keterbasan. Iman itulah yang justru memperbaiki pemahaman. Ia bisa saja dianggap salah memahami Anak Daud, tetapi ia memang tidak salah orang. Ia tidak salah menaruh pengharapan. “Kasihanilah aku!” Tepat ditujukan pada pribadi Yesus yang penuh belas kasihan. “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” (ayat 52). Demikian ucapan Yesus kepada Bartimeus. Ia pun dapat melihat oleh karena iman. Bukan karena kebaikan dan kekuatan Bartimeus, namun karena pengharapannya yang besar kepada belas kasihan Tuhan. Itulah iman! Inilah mujizat terakhir Tuhan Yesus yang ditulis dalam kitab Markus. Sebab setelah itu Yesus akan segera masuk Yerusalem. Bartimeus menjadi sembuh dari kebutaan karena iman. Ia sungguh telah melihat sang Mesias yang penuh belas kasihan. Tetapi orang banyaklah yang tetap menjadi buta, karena kelak merekalah yang menolak sang Mesias dan menyalibkanNya. Toh, Bartimeus tidak berhenti saat ia telah mampu melihat kembali. Cerita ini ditutup dengan kalimat, “lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalananNya” (ayat 52). Bartimeus ingin menunjukkan, bahwa iman memang melampaui keterbatasan. Iman mampu menuntun pada pengharapan. Tetapi iman tidak berhenti pada kesembuhan. Iman tidak berhenti pada kepuasan. Iman sejati –seperti yang Bartimeus lakukan- berakhir pada penyerahan. Iman sejati berujung pada kesetiaan. Amin.

Link Sumber